Selasa, 09 Oktober 2012


ORANG TUA MENGANIAYA DAN MEMBUNUH ANAK

  

 Hubungan ayah dan anak adalah hubungan yang mestinya sangat dekat, namun jika melihat dua kasus di atas maka kita menemukan bahwa pernyataan tersebut belum tentu benar. Tidak semua ayah memiliki sikap yang benar terhadap anaknya. Padahal kita tahu bahwa anak adalah titipan dari Tuhan kepada orang tua. Bahkan jika kita memperhatikan kasus-kasus seperti ini sering kita temui pada masa sekarang ini. Kalau ayah yang menganiaya anak itu adalah ayah tiri, mungkin itu sudah lama kita dengar, tetapi ayah yang menganiaya anak kandungnya sendiripun saat ini menjadi bertambah jumlahnya. Dengan banyak alasan orang tua melakukan tindakan yang mungkin mereka anggap mendidik, tetapi yang sebenarnya sudah mulai berlebihan. Hal-hal seperti ini seakan menjadi lazim kita temui di sekitar kita. Lalu apakah ini lazim juga bagi kalangan orang percaya? Apakah demikian ini sikap hidup orang percaya? Karena itu, pada paper kita akan memperhatikan bagaimana spiritualitas Kristiani menyoroti peristiwa- peristiwa semacam ini.
1.      Spiritualitas Kristiani
Pada bagian pertama paper ini kita akan melihat apakah tanggapan spiritualitas kristiani terhadap dua kasus di atas. Jika kita hendak berbicara tentang hubungan ayah dan anak, maka tentunya kita akan menemukan spiritualitas kristiani yang menyatakan tentang kasih. Tentu kita memahami bahwa seorang ayah semestinya mengasihi anaknya. Demikian juga sebaliknya anak juga semestinya mengasihi orang tuanya. Lalu mengapa kasih ini menjadi hal yang semestinya ada dalam hubungan dan interaksi antara ayah dan anak? Sebab Allah adalah kasih. Tuhan sendiri menyatakan diri dengan sifat-Nya yan penuh kasih. Ia telah menunjukkan kepada manusia betapa besar kasih-Nya kepada manusia. Betapa tidak, Allah sendiri membentuk manusia dengan tangan-Nya. Ia menghembuskan nafas hidup kepada manusia. Ia menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna di antara ciptaan-Nya yang lain. Untuk apa itu semua Ia lakukan? Itu Ia lakukan supaya manusia dapat bersekutu dengan Allah. Ia menginginkan untuk kita memiliki hubungan yang dekat dengan Allah dengan didasari oleh kasih yang tulus dan kasih yang sejati. Lihat saja, Allah menempatkan manusia di taman Eden bersama-sama dengan-Nya dan dapat bercakap-cakap dengan-Nya. Lalu mengapa hubungan seperti ini tidak dapat kita alami saat ini? Kita kembali memperhatikan bahwa Allah itu penuh kasih, karena itu Ia menciptakan manusia tidak seperti robot. Ia memberikan akal budi yang membuat manusia memiliki kehendak dan dapat memilih. Ternyata, manusia memilih untuk berbuat dosa dan dosa itu yang memisahkan manusia dengan Allah. Bukan karena Allah tidak mengasihi, tetapi karena kondisi manusia yang berdosa itu yang membuat manusia tidak dapat bersekutu dengan Allah yang kudus. Yang cemar dan bercela tidak mungkin bersatu dengan yang suci dan kudus. Sebab kita tahu pada perjanjian lama ketika orang ingin melihat kekudusan Allah maka ia akan mati. Karena itu pada perjanjian lama hanya imam yang boleh menghadap Allah. Lalu apakah hanya sampai demikian saja hubungan manusia dengan Allah? Tentu kita tahu bahwa kasih Allah itu tidak pernah berubah, demikianlah kasih-Nya kepada manusia tidak berubah. Ia mengerti bahwa manusia dengan segala usahanya tidak akan mungkin dapat kembali kepada Allah. Oleh karena itu Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal bagi manusia. Supaya oleh pengorbanan-Nya manusia dapat memperoleh pengampunan dosa, dikuduskan dan dapat kembali bersekutu dengan Tuhan. Fakta inilah yang mestinya menjadi dasar spiritualitas kristiani kita. Sebab besar kasih Allah kepada kita manusia yang berdosa ini.
Selain itu jika kita hendak berbicara tentang kasih, maka kita akan dapat menemukannya di dalam Yesus. Baik cara hidup-Nya maupun pengajaran-Nya. Kita tahu bahwa Kristus sendiri mengatakan bahwa seorang ayah tidak mungkin member batu jika anaknya meminta roti, tidak mungkin memberi ular jika anaknya meminta ikan. Sebab pasti setiap orang sebenarnya tahu memberi yang terbaik untuk anaknya. Ia sendiri juga menyatakan kasih-Nya kepada anak-anak dan membiarkan mereka datang kepada-Nya. Bahkan Ia menjadikan anak-anak sebagai contoh bagi orang dewasa. Lalu di bagian lain Yesus juga menggambarkan kasih Bapa kepada manusia dengan perumpamaan tentang anak yang hilang. Betapa kita melihat kasih bapa itu begitu besar kepada anak yang hilang itu. Jika Kristus sendiri yang adalah teladan hidup orang Kristen memiliki pola pikir dan cara hidup yang demikian, maka kita sebagai orang percaya semestinya meneladani sikap Kristus itu.
Apakah hal ini masih belum cukup bagi kita? Paulus sendiri juga berulang-ulang memberikan petunjuk-petunjuk kepada jemaat untuk hidup dalam kasih. Bahkan tidak sedikit Paulus secara langsung menyinggung tentang hubungan antara orang tua dan anak.
Jadi jelas bahwa hubungan antara orang tua dan anak dari sudut pandang spiritualitas kristiani adalah hubungan yang didasari kasih. Hubungan yang dekat dan indah seperti Tuhan mengasihi manusia.

2.      Dasar Firman Tuhan
Setelah kita menyimak uraian tentang bagaimana spiritualitas kristiani menyoroti dua peristiwa di atas, maka sekarang kita akan memperhatikan dasar firman Tuhan yang tentunya akan menolong kita memahami lebih dalam lagi bagian ini.
a.       Yohanes 3:16Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Dari ayat ini kita dapat memperhatikan betapa besar kasih Allah bagi manusia.
Matius  6:32Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.
Matius  7:11Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
Kedua ayat di atas menyatakan kepada kita bahwa Bapa di sorga tahu kebutuhan anak-anak-Nya dan akan memberikan yang terbaik bagi anak-anak-Nya.
I Yohanes 4:7-21 tentang sifat Allah yang adalah kasih.

b.      Lukas 15:11-32 tentang perumpamaan anak yang hilang
Bagian perikop ini menunjukkan bagaimana Yesus hendak menyatakan kasih Bapa di sorga kepada manusia dan tentunya ini menjadi contoh juga bagi bapa-bapa di dunia ini terhadap anak-anaknya.

c.       Efesus  6:4Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.”
Kolose  3:21Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.
Kedua ayat di atas merupakan bentuk ajaran yang Paulus teruskan kepada jemaat supaya jemaat bersikap dengan benar terhadap anak. Bahwa anak itu tidak boleh dibangkitkan amarahnya bahkan disakiti. Sebab anak yang sudah tawar hatinya akan berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhannya. Semestinya orang percaya mendidik anaknya dalam ajaran dan nasihat Tuhan yang tentunya ada dalam Firman Tuhan.
Namun kita juga tidak boleh melupakan apa yang dikatakan firman Tuhan tentang bagaimana sikap anak terhadap orang tua, seperti yang dinyatakan dalam hukum kelima dari 10 hukum Tuhan. Tetapi dalam perjanjian baru pun Paulus menegaskan kepada anak-anak untuk jga menghormati orang tua mereka. Dua ayat berikut.menyatakan apa yang Paulus pesankan kepada jemaat.
Efesus 6:1-3 “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.”
Kolose 3:20 “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan.”

3.      Kesan dan Pesan
Menyikapi hal ini saya pribadi merasa miris jika memperhatikan kejadian semacam ini. Apalagi seorang ayah yang tega menggorok leher anaknya sendiri yang masih bayi. Bagi saya ini sungguh tidak manusiawi. Saya sendiri yang merasakan pernah memiliki kepahitan dan kebencian terhadap bapak saya, tidak pernah menemukan bapak saya bertindak menganiaya saya. Saya pernah merasa kecewa dan jauh dengan bapak saya karena bapak tidak memperhatikan keluarga. Beliau tidak bekerja, mabuk-mabukan, judi dan sebagainya. Namun jika berada di rumah beliau selalu bertengkar dengan ibu. Dan tidak jarang anak-anaknya juga disakiti hatinya. Ini membuat saya tawar hati, acuh terhadap bapak saya dan tidak peduli entah bapak pulang atau tidak. Bahkan saya suka jika bapak tidak pulang. Namun semua itu sudah diselesaikan dan saya dimampukan untuk mengampuni bapak saya. Tuhan sendiri juga yang mendorong ibu dan saya untuk setia berdoa agar bapak bertobat. Saya sendiri terus belajar untuk hormat kepada bapak apapun keadaanya. Akhirnya Tuhan sendiri yan menjamah bapak, hingga tahun 2009 bapak mau ke gereja dan bertobat.
Karena itu saya benar-benar sedih jika ada orang tua yang membuat tawar hati anak-anaknya. Karena saya juga pernah mengalami hal yang tidak mengenakkan tersebut.
Karena itu marilah kita bersikap dengan benar sebagai orang tua. Marilah mendasari hubungan dengan anak kita berdasarkan kasih Kristus. Tentunya dengan demikin kita juga harus mengajar mereka dalam takut akan Tuhan.
Demikian juga anak-anak, semestinya kita menghormati orang tua kita. Apapun kondisinya dan bagaimanapun mereka, kita wajib menghormati. Karena saya sudah membuktikan sendiri, ketika saya menghormati dan setia berdoa untuk bapak saya, Tuhan sendiri yang menjamah hatinya.
Demikian uraian ini, semoga dapat menjadi berkat. Tuhan memberkati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar