ORANG
TUA MENGANIAYA DAN MEMBUNUH ANAK
Hubungan ayah dan anak adalah hubungan yang
mestinya sangat dekat, namun jika melihat dua kasus di atas maka kita menemukan
bahwa pernyataan tersebut belum tentu benar. Tidak semua ayah memiliki sikap
yang benar terhadap anaknya. Padahal kita tahu bahwa anak adalah titipan dari
Tuhan kepada orang tua. Bahkan jika kita memperhatikan kasus-kasus seperti ini
sering kita temui pada masa sekarang ini. Kalau ayah yang menganiaya anak itu
adalah ayah tiri, mungkin itu sudah lama kita dengar, tetapi ayah yang
menganiaya anak kandungnya sendiripun saat ini menjadi bertambah jumlahnya.
Dengan banyak alasan orang tua melakukan tindakan yang mungkin mereka anggap
mendidik, tetapi yang sebenarnya sudah mulai berlebihan. Hal-hal seperti ini
seakan menjadi lazim kita temui di sekitar kita. Lalu apakah ini lazim juga
bagi kalangan orang percaya? Apakah demikian ini sikap hidup orang percaya?
Karena itu, pada paper kita akan memperhatikan bagaimana spiritualitas
Kristiani menyoroti peristiwa- peristiwa semacam ini.
1. Spiritualitas Kristiani
Pada
bagian pertama paper ini kita akan melihat apakah tanggapan spiritualitas
kristiani terhadap dua kasus di atas. Jika kita hendak berbicara tentang
hubungan ayah dan anak, maka tentunya kita akan menemukan spiritualitas
kristiani yang menyatakan tentang kasih. Tentu kita memahami bahwa seorang ayah
semestinya mengasihi anaknya. Demikian juga sebaliknya anak juga semestinya
mengasihi orang tuanya. Lalu mengapa kasih ini menjadi hal yang semestinya ada
dalam hubungan dan interaksi antara ayah dan anak? Sebab Allah adalah kasih.
Tuhan sendiri menyatakan diri dengan sifat-Nya yan penuh kasih. Ia telah
menunjukkan kepada manusia betapa besar kasih-Nya kepada manusia. Betapa tidak,
Allah sendiri membentuk manusia dengan tangan-Nya. Ia menghembuskan nafas hidup
kepada manusia. Ia menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna di
antara ciptaan-Nya yang lain. Untuk apa itu semua Ia lakukan? Itu Ia lakukan
supaya manusia dapat bersekutu dengan Allah. Ia menginginkan untuk kita
memiliki hubungan yang dekat dengan Allah dengan didasari oleh kasih yang tulus
dan kasih yang sejati. Lihat saja, Allah menempatkan manusia di taman Eden
bersama-sama dengan-Nya dan dapat bercakap-cakap dengan-Nya. Lalu mengapa
hubungan seperti ini tidak dapat kita alami saat ini? Kita kembali
memperhatikan bahwa Allah itu penuh kasih, karena itu Ia menciptakan manusia
tidak seperti robot. Ia memberikan akal budi yang membuat manusia memiliki
kehendak dan dapat memilih. Ternyata, manusia memilih untuk berbuat dosa dan
dosa itu yang memisahkan manusia dengan Allah. Bukan karena Allah tidak
mengasihi, tetapi karena kondisi manusia yang berdosa itu yang membuat manusia
tidak dapat bersekutu dengan Allah yang kudus. Yang cemar dan bercela tidak
mungkin bersatu dengan yang suci dan kudus. Sebab kita tahu pada perjanjian
lama ketika orang ingin melihat kekudusan Allah maka ia akan mati. Karena itu
pada perjanjian lama hanya imam yang boleh menghadap Allah. Lalu apakah hanya
sampai demikian saja hubungan manusia dengan Allah? Tentu kita tahu bahwa kasih
Allah itu tidak pernah berubah, demikianlah kasih-Nya kepada manusia tidak
berubah. Ia mengerti bahwa manusia dengan segala usahanya tidak akan mungkin
dapat kembali kepada Allah. Oleh karena itu Ia telah mengaruniakan Anak-Nya
yang tunggal bagi manusia. Supaya oleh pengorbanan-Nya manusia dapat memperoleh
pengampunan dosa, dikuduskan dan dapat kembali bersekutu dengan Tuhan. Fakta
inilah yang mestinya menjadi dasar spiritualitas kristiani kita. Sebab besar
kasih Allah kepada kita manusia yang berdosa ini.
Selain
itu jika kita hendak berbicara tentang kasih, maka kita akan dapat menemukannya
di dalam Yesus. Baik cara hidup-Nya maupun pengajaran-Nya. Kita tahu bahwa
Kristus sendiri mengatakan bahwa seorang ayah tidak mungkin member batu jika
anaknya meminta roti, tidak mungkin memberi ular jika anaknya meminta ikan.
Sebab pasti setiap orang sebenarnya tahu memberi yang terbaik untuk anaknya. Ia
sendiri juga menyatakan kasih-Nya kepada anak-anak dan membiarkan mereka datang
kepada-Nya. Bahkan Ia menjadikan anak-anak sebagai contoh bagi orang dewasa.
Lalu di bagian lain Yesus juga menggambarkan kasih Bapa kepada manusia dengan
perumpamaan tentang anak yang hilang. Betapa kita melihat kasih bapa itu begitu
besar kepada anak yang hilang itu. Jika Kristus sendiri yang adalah teladan
hidup orang Kristen memiliki pola pikir dan cara hidup yang demikian, maka kita
sebagai orang percaya semestinya meneladani sikap Kristus itu.
Apakah
hal ini masih belum cukup bagi kita? Paulus sendiri juga berulang-ulang
memberikan petunjuk-petunjuk kepada jemaat untuk hidup dalam kasih. Bahkan
tidak sedikit Paulus secara langsung menyinggung tentang hubungan antara orang
tua dan anak.
Jadi
jelas bahwa hubungan antara orang tua dan anak dari sudut pandang spiritualitas
kristiani adalah hubungan yang didasari kasih. Hubungan yang dekat dan indah
seperti Tuhan mengasihi manusia.
2. Dasar Firman Tuhan
Setelah
kita menyimak uraian tentang bagaimana spiritualitas kristiani menyoroti dua
peristiwa di atas, maka sekarang kita akan memperhatikan dasar firman Tuhan
yang tentunya akan menolong kita memahami lebih dalam lagi bagian ini.
a. Yohanes 3:16
“Karena begitu besar kasih Allah akan
dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap
orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Dari ayat ini kita
dapat memperhatikan betapa besar kasih Allah bagi manusia.
Matius 6:32 “Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi
Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.”
Matius 7:11 “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada
anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada
mereka yang meminta kepada-Nya."
Kedua ayat di atas
menyatakan kepada kita bahwa Bapa di sorga tahu kebutuhan anak-anak-Nya dan
akan memberikan yang terbaik bagi anak-anak-Nya.
I
Yohanes 4:7-21 tentang sifat Allah yang adalah kasih.
b.
Lukas 15:11-32 tentang
perumpamaan anak yang hilang
Bagian
perikop ini menunjukkan bagaimana
Yesus hendak menyatakan kasih Bapa di sorga kepada manusia dan tentunya ini
menjadi contoh juga bagi bapa-bapa di dunia ini terhadap anak-anaknya.
c.
Efesus 6:4 “Dan
kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi
didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.”
Kolose
3:21
“Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati
anakmu, supaya jangan tawar hatinya.“
Kedua
ayat di atas merupakan bentuk ajaran yang Paulus teruskan kepada jemaat supaya
jemaat bersikap dengan benar terhadap anak. Bahwa anak itu tidak boleh
dibangkitkan amarahnya bahkan disakiti. Sebab anak yang sudah tawar hatinya
akan berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhannya. Semestinya orang
percaya mendidik anaknya dalam ajaran dan nasihat Tuhan yang tentunya ada dalam
Firman Tuhan.
Namun
kita juga tidak boleh melupakan apa yang dikatakan firman Tuhan tentang
bagaimana sikap anak terhadap orang tua, seperti yang dinyatakan dalam hukum
kelima dari 10 hukum Tuhan. Tetapi dalam perjanjian baru pun Paulus menegaskan
kepada anak-anak untuk jga menghormati orang tua mereka. Dua ayat
berikut.menyatakan apa yang Paulus pesankan kepada jemaat.
Efesus
6:1-3 “Hai anak-anak,
taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah
ayahmu dan ibumu -- ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari
janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.”
Kolose
3:20 “Hai anak-anak,
taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan.”
3. Kesan dan Pesan
Menyikapi
hal ini saya pribadi merasa miris jika memperhatikan kejadian semacam ini.
Apalagi seorang ayah yang tega menggorok leher anaknya sendiri yang masih bayi.
Bagi saya ini sungguh tidak manusiawi. Saya sendiri yang merasakan pernah
memiliki kepahitan dan kebencian terhadap bapak saya, tidak pernah menemukan bapak
saya bertindak menganiaya saya. Saya pernah merasa kecewa dan jauh dengan bapak
saya karena bapak tidak memperhatikan keluarga. Beliau tidak bekerja,
mabuk-mabukan, judi dan sebagainya. Namun jika berada di rumah beliau selalu
bertengkar dengan ibu. Dan tidak jarang anak-anaknya juga disakiti hatinya. Ini
membuat saya tawar hati, acuh terhadap bapak saya dan tidak peduli entah bapak
pulang atau tidak. Bahkan saya suka jika bapak tidak pulang. Namun semua itu
sudah diselesaikan dan saya dimampukan untuk mengampuni bapak saya. Tuhan
sendiri juga yang mendorong ibu dan saya untuk setia berdoa agar bapak
bertobat. Saya sendiri terus belajar untuk hormat kepada bapak apapun
keadaanya. Akhirnya Tuhan sendiri yan menjamah bapak, hingga tahun 2009 bapak
mau ke gereja dan bertobat.
Karena
itu saya benar-benar sedih jika ada orang tua yang membuat tawar hati
anak-anaknya. Karena saya juga pernah mengalami hal yang tidak mengenakkan
tersebut.
Karena
itu marilah kita bersikap dengan benar sebagai orang tua. Marilah mendasari
hubungan dengan anak kita berdasarkan kasih Kristus. Tentunya dengan demikin
kita juga harus mengajar mereka dalam takut akan Tuhan.
Demikian
juga anak-anak, semestinya kita menghormati orang tua kita. Apapun kondisinya
dan bagaimanapun mereka, kita wajib menghormati. Karena saya sudah membuktikan
sendiri, ketika saya menghormati dan setia berdoa untuk bapak saya, Tuhan
sendiri yang menjamah hatinya.
Demikian
uraian ini, semoga dapat menjadi berkat. Tuhan memberkati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar