Selasa, 09 Oktober 2012

PENDAPAT MENGENAI SELIBAT/ TIDAK MENIKAH


PENDAPAT MENGENAI SELIBAT/ TIDAK MENIKAH

Bagaimanakah pendapat Anda terhadap orang yang tidak menikah?           

Pendapat saya:
Banyak alasan dan pertimbangan yang menjadi dasar seseorang memutuskan untuk hidup dengan tidak bersuami atau beristri atau tidak menikah. Dan tentu ada banyak aspek yang mempengaruhinya, baik fisik, kognitif, psikologis, sosial, ekonomi, ideologis dan sebagainya. Misalnya saja orang dengan keterbatasan fisik, memutuskan tidak menikah karena merasa tidak ada orang yang mau menikah dengannya. Atau juga secara psikologis ia memiliki kekurangan yang membuat ia tidak menikah, dapat karena gila atau keterbelakangan mental. Dapat juga secara kognitif ia memiliki ketakutan-ketakutan berhubungan dengan pernikahan atau hidup berkeluarga. Misalkan, ia takut disakiti, merasa tidak sanggup menghidupi keluarga, dan sebagainya. Secara sosial seseorang tidak menikah karena kondisi strata sosial yang timpang, atau hubungan sosial yang tidak baik dengan orang lain, yang ini membatasi pergaulannya. Orang juga memutuskan tidak menikah karena kondisi ekonomi. Atau juga di memiliki fokus tertentu yang tidak mau diganggu oleh karena adanya ikatan pernikahan. Contohnya karir, hobby, dan hal- hal lain.
Apapun alasan seseorang menikah adalah hak pribadi seseorang. Namun jika menilik dari sudut pandang teologi kekristenan, seseorang yang memilih untuk tidak menikah haruslah karena ingin memfokuskan hidupnya pada Allah dan pekerjaan Allah. Jika seorang merasa dengan tidak menikah, ia menjadi lebih bisa mengutamakan Tuhan dibanding jika ia menikah, maka itu sangat baik dan saya menyetujuinya. Rasul Paulus sendiri juga menyarankan bahwa lebih baik tidak menikah. Sebab dengan demikian seseorang akan lebih fokus hidupnya kepada Tuhan (bandingkan I Korintus 7:7” Namun demikian alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain karunia itu.”), saya juga sependapat dengan Paulus yang mengatakan bahwa orang yang menikah harus memikirkan bagaimana menyenangkan pasangan dan keluarganya (bandingkan I Korintus 7:3 “Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya.”). Dengan demikian sering didapati fokus seseorang menjdai terbagi, karena tanggungjawab ini. Bagaimanapun seseorang memiliki tanggungjawab terhadap keluarganya jika ia sudah menikah. Maka jika orang tidak ingin fokus hidupnya pada Tuhan tidak terbagi-bagi, maka baik jika ia tidak menikah.
Namun, ada satu hal yang menjadi persoalan orang yang tidak menikah, yaitu berhubungan dengan kebutuhan biologisnya. Secara biologis semua orang memiliki dorangan seksual. Hal ini harus dipenuhi agar seseorang berada pada keadaan homeostatis. Sedangkan pemenuhan kebutuhan ini harus dilakukan dengan benar, tidak boleh sembarangan. Hal ini hanya boleh dilakukan dengan seseorang yang adalah pasangan hidupnya atau suami- istri, dan dilakukan dengan wajar. Jelas bahwa orang yang tidak menikah akan memiliki persoalan dalam hal ini. Seorang yang memutuskan tidak menikah harus siap menahan atau meredam hal ini, karena dia sudah memutuskan untuk hidup bertarak. Artinya seseorang yang yang tidak menikah harus siap mengekang hawa nafsunya, terutama dorongan alamiahnya untuk berhubungan seks. Jika seorang tidak sanggup menahan itu, harusnya ia menikah. Tidak boleh ia melakukan hubungan itu tanpa ikatan pernikahan. Paulus sendiri juga mengungkapkan hal yang sama (bandingkan I Korintus 7:9).
Jadi kesimpulannya, bagi saya orang yang memujtuskan tidak menikah dengan alas an apapun tidaklah menjadi persoalan. Tetapi, memang semestinya alasan yang tepat adalah karena hendak memfokuskan hidupnya pada Tuhan dengan mengkuduskan tubuh dan hidupnya. Oaring yang tidak menikah harus hidup bertarak atau mengekang hawa nafsunya. Jika memang tidak sanggup, maka janganlah ia mengambil keputusan untuk tidak menikah. Ia harus menikah agar ia tidak jatuh dalam dosa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar