Robert Raikes dan
Perkembangan Sekolah Minggunya
Revolusi
Industri yang terjadi di Inggris abad 18 menjadi background dari munculnya
Sekolah Minggu. Ada beberapa hal yang membuat revolusi ini terjadi. Pertama,
kekayaan Inggris akan bahan mentah, baik di Inggris sendiri (wol, batubara,
besi) maupun di daerah jajahannya. Kedua, luasnya daerah pemasaran sehingga
mendorong produksi yang besar. Ketiga, kekuatan armada lautnya yang
memungkinkan distribusi produksi. Keempat, pemerintahan yang stabil. Kelima, banyak
penemuan yang dihasilkan penemu-penemu Inggris meringankan pekerjaan manusia
atau menggantikan tenaga manusia dalam melakukan proses produksi. Terakhir,
banyaknya permintaan pasar akan wol. Ini menimbulkan efek beruntun, pemilik
industri butuh tanah lebih luas untuk domba. Ini membuat lahan pertanian
berkurang sehingga petani bermigrasi ke kota menjadi buruh dengan upah rendah
di pabrik tersebut.
Revolusi
industri ini menimbulkan kapitalisme dan kemerosotan moral. Pemerasan tenaga
manusia dengan upah kecil membuat anak dibawah umur ikut dipekerjakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Banyak pencurian, mabuk-nabukan dan keributan. Semua
ini tidak lain adalah efek beruntun yang disebabkan oleh revolusi tersebut. Pemilik
industri semakin kaya sedang buruh semakin melarat dan tidak terperhatikan.
Hal
ini ditentang Adam Smith dalam karangannya “An Inquiry into the Nature and
Causes of the Wealth of Nation”. Ia
mengatakan produksi akan meningkat jika ada perhatian terhadap tenaga kerja,
bukan hanya menuntutnya bekerja lebih keras tanpa memperhatikan kesehatan atau
keadaannya. Namun hal ini tidak dihiraukan oleh pemerintah Inggris. Perubahan
bentuk kehidupan sosial dari masyarakat pertanian menjadi perindustrian ini
tidak diimbangi persiapan untuk menanggulangi masalah-masalah yang mungkin akan
timbul. Masa inilah yang melatarbelakangi kehidupan Raikes dan pandangannya.
A.
Riwayat
Hidup (1735-1811)
Ia lahir dari keluarga menengah di
Gloucester, Inggris. Ayahnya merupakan penerbit Gloucester Journal. Lewat surat
kabarnya ia menyampaikan pandangan-pandangannya. Robert Raikes adalah anak
sulung dari istri ketiga. Ia lahir tanggal 14 September 1735. Ia mendapat
pendidikan di sekolah milik jemaat dan meneruskan ke sekolah katedral
Gloucester pada usia 14 tahun. Ia mengikuti jejak ayahnya menjadi penerbit pada
usia 21 tahun. Pada 23 Desember 1767 ia menikah dengan Anne Trigge. Dari
pernikahannya ini ia memperoleh 4 orang anak laki-laki dan 5 anak perempuan.
Namun 2 anak laki-lakinya meninggal. Sebagai gantinya ia mendapat seorang bayi
laki-laki.
Raikes meneruskan semangat ayahnya
untuk memperhatikan nasib buruh pada masa itu dan narapidana. Ia mendorong
penguasa untuk memperbaiki keadaan kaum miskin dengan memberi bimbingan dan latihan. Raikes juga
mengecam pengusaha yang mendapat keuntungan dari penderitaan buruh. Ia bahkan
memprotes kebijakan negara yang melalaikan keadaan ini. Tanpa usaha
memasyarakatkan narapidana negara melakukan kekerasan terhadap mereka. Sejak
tahun 1768 ia menggambarkan keadaan penjara setempat.
B.
Berdirinya
Sekolah Minggu
Beberapa orang berpendapat bahwa
kunci kemakmuran suatu negara adalah banyak tenaga kerja miskin yang dituju.
Adam Smith berpendapat lain, menurutnya negara akan makmur apabila tenaga
kerjanya menerima upah yang lebih besar. Sebab hal tersebut dapat menjadi
stimulasi agar orang yang bersangkutan menjadi lebih rajin bekerja.
Pendapat Adam Smith ini tidak
dihiraukan oleh para pemimpin pemerintah. Industri dan Gereja Inggris akibatnya
mereka semakin makmur dan kaum buruh semakin melarat. Hal inilah yang kemudian
memicu Robert Raikes untuk mendirikan Sekolah Minggu dengan tujuan untuk
menolong ratusan anak di Inggris yang menjadi korban peralihan sosial dari
Revolusi Industri.
Robert Raikes adalah orang yang
tergolong berada. Sebagai anak seorang pengusaha percetakan, ternyata iapun
memiliki semangat yang sama dengan ayahnya. Ia seorang Inggris dari golongan
kelas menengah yang memiliki kepedulian terhadap kaum miskin, khususnya korban
Revolusi Industri. Banyak koran- koran hasil terbitannya yang mengangkat fakta-
fakta yang nyata seputar kemiskinan dan menjadi srana untuk lebih memperdulikan
orang- orang miskin.
Dalam perkembangannya, Robert
Raikes tidak hanya memperhatikan kaum lemah yang dewasa saja, tetapi juga anak-
anak. Ia sangat prihatin dan menyayangkan kondisi anak- anak yang kurang
mendapatkan perhatian, khususnya dalam pendidikan moral dan spiritual. Hal ini
di buktikan dengan banyaknya ank- anak yang menyia- nyiakan waktu di hari
minggu, saat dimana mereka tidak bekerja. Ini pulalah yang kemudian memicu
Robert Raikes untuk mendirikan Sekolah Minggu. Meskipun awalnya sulit, karena
tidak mudah untuk mengubah kelakuan anak- anak yang sudah terbiasa liar
tersebut, bahkan beberapa ibu- ibu pengajar mereka kewalahan. Namun, pada
akhirnya usaha tersebut mulai menampakkan hasil dengan kerjasama anatara
pendidik dan Robert sendiri serta orang tua anak- anak tersebut, ternyata
lambat laun anak- anak tersebut mulai bisa untuk di didik dan diarahkan.
Dampaknya terlihat nyata, dimana
ternyata kejahatan mulai berkurang. Tidak banyak lagi anak- anak yang berkumpul
hanya untuk menyia- nyiakan waktu untuk hal- hal yang tidak bermanfaat. Hal
tersebut mulai mengetuk Gereja (Pdt. Stock) untuk bekerjasama mendirikan
Sekolah Minggu. Ternyata usaha perintisan Sekolah Minggu Robert Raikes tidak
sia- sia.
C.
Prestasi
Raikes
Praktek pendidikan perlu di
dasarkan pada pandangan tertentu.entah pandangan itu bersifat teologis,
filosofis atau “psikologis”. Teolog raksasa seperti Augustinus, Luther, dan
Calvin lebih dahulu mengupas pikiran dasariah. Baru kemudian menganjurkan
implikasinya bagi praktek pendidikan agama kristen. Pemikir lain seperti
Cornenius, Pestalozzi dan Froebel adalah pendidik yang melihat pendidikan
sebagai hak bagi semua anak dan kemudian berefleksi atas teologi mana yang
selaras dengan pengalamannya sebagai pendidik dan sebaliknya bagaimana teologi
itu menyoroti kebutuhan pendidikan.
Ketika kita berusaha menggolongkan
tempat Raikes dalam sejarah. Kita harus mencari kategori yang sama sekali lain.
Ia bukanlah seorang pemikir yang mampu. Raikes tidak ada pikiran yang menuntut
opendidikan bagi anak miskin, karena mereka uga adalah orang yang
diciptakansegambar dengan Allah.
Baginya kelas bawah tidak boleh
mengancam hak istimewa yang dinikmati kaum atas. Memang, mutu kehidupan bagi
keanggotaan kelas bawah perlu di perbaiki sehingga mereka memiliki sifat yang
lebih manusiawi, tetapi Raikes hanya menganjurkan siasat untuk mengajar
anak-anak membaca, karena dengan ketrampilan itu mereka dapat membaca Alkitab.
Dengan demikian akhlak mereka akan lebih baik dan kelakuannya tidak akan
mengancam hak kelas menengah dan kelas atas. Jadi, sekolah minggu mula-mula
didirikan untuk menolong angkatan muda agar hidup lebih tenang dalam masyarakat
industri yang sedang dibangun.
Akan tetapi, beberapa pengusaha
Inggris sadar akan dampaknya. Anak yang mampu mebaca dan menulis tidak akan
merasa puas lagi dengan keadaanya. Mereka akan mencari gaji yang besar daripada
yang berlaku pada zaman itu. Dengan kemampuan membaca itu berarti pula bahwa
para pemimpin tidak dapat lagi mengendalikan sumber keterangan yang tersedia
bagi kaum pekerja. Mereka dapat membaca tentang revolusi di perancis.
Demikianlah kita membaca pikiran dari salah seorang penentang sekolah minggu.
Selaras dengan keprihatinan itu,
perdana mentri Ptt pernah mempersiapkan perundang-undangan yang melarang
penyelenggaraan sekolah minggu beserta pendirian sekolah baru. Karena para
pengusaha khawatir bahwa pendidikan akan mengancam stabilitas sumber perburuhan
yang rela berkorban untuk gaji yang minim.
Kecaman tidak langsung terhadap
sekolah minggu di alamatkan pada integritas Raikes sendiri. Dikatakan bahwa
Raikes bukanlah seorang saleh, karena ia melanggar kesucian hari sabat. Setiap
hari minggu ia berada di kantor untuk mempersiapkan berita yang akan di
terbitkan hari senin.
Dalam kecaman pribadi itu tersirat
juga pikiran bahwa mendidik anak-anak pada hari minggu pun berarti melanggar
kesucian sabat. Tetapi, sebenarnya kecaman yang terakhir berakar dalam masalah
kekuasaan gerejawi. Beberapa pendeta gereja negara khawatir bahwa kekuasaanya
akan di rongrong kalau anak-anak menerima bimbingan yang tidak di awasi
langsung oleh pendeta. Tentu, ada saja pendeta seperti pendeta stock yang tidak
hanya menyambut sekolah minggu dengan baik, malahan turut mendirikannya.
Raikes sendiri pernah
mempertahankan kesucian pelayanan mendidik anak-anak miskin itu pada hari
sabat.
Disamping kecaman yang dilontarkan
kepada Raikes karena sekolah minggu melanggar titah ke-4, ia juga mengalami ejekan
pribadi.
Kembali lagi apda cara
menggolongkan Raikes dalam sejarah pendidikan agama kristen. Ia pemilik
perusahaan surat kabar yang dibiasakan untuk merumuskan masalah dan segera
mencari sarana yang ampuh untuk mengatasinya. Banyak pendeta dan teolog
profesional di inggris pada abad itu yang juga sadar akan keadaan buruk yang
dialami oleh kaum bawah, tetapi semua pokok teologi yang baik itu tidak
mendorong mereka untuk mencari siasat guna melayani anak-anak yang tidak di
perhatikan oleh masyarakat.
Tetapi Raikes adalah sesama manusia
narapidana dan anak-anak yang di tindas oleh apra pengusaha. Ia turun tangan;
ia berbuat sesuatu demi pelayanan mereka, meskipun perbuatannya itu di dasarkan
pada teolog, filsafat dan etika yang dapat saja dikecam.
Tinjauan itu tidak berarti bahwa
dasar teologinya bersifat sambilan belaka, dan bahwa hanya gagasan praktis
sajalah yang di perlukan, malahan tenaga yang berbakat tentu dapat saja
mempengaruhi arah gerakan sejarah sesuai dengan kebutuhan zaman. Pada bagian
akhir abad ke-18 keadaan di inggris menuntun pelayanan kreatif, yang rela
memakai bakat untuk mempropagandakan gagasan yang diperlukan oleh kebutuhan
masyarakat industri inggris. Kemuadian, gagasan baik itu tidak akan mendapat
kemajuan kecuali para pemikir terlibat dalam perencanaan isi kurikulum dan
sarana untuk melaksanakannya.
D.
Sekolah
Minggu Pertama
Kita mulai dengan peranan Raikes
sendiri. Ia menulis bahwa ia pernah mengajar bagaimana salah, satu kekuatan
yang tidak kelihatan dapat menghasilkan dampak positif atas salah satu benda.
Ia membuktikan dengan menggunakan sebatang magnet. Sebatang jarum di letakkan
lantas ia menggerakkan jarum itu menggunakan magnet. Ia meletakkan jarum yang
lain lagi, jarum yang kedua itu segera di tarik kerjarum pertama. Raikes mencatat
ia memakai benda itu sebagai “teksnya”. Ia menyimpulkan bahwa sebagaimana
magnet itu menarik sebatang jarum, begitu pulalah mereka dapat menarik
anak-anak lain ke gereja. Anak-anak dari kelas itu, dengan daya penarik magnet
mulai mempergiatkan anak-anak sebayanya untuk bertemu dengan bapak Raikes di
Cathedral. Pada tahun 1784 ia mencetak peraturan-peraturan bagi sekolah minggu
yang di susun oleh Pdt.W.Ellis, yang akan di pakai oleh sekolah minggu di
Stroud peraturan-peraturannya sebagai berikut:
I. Bapak
atau Ibu guru diangkat oleh apra penyokong wajib mengajar di tempatnya setiap
hari minggu dari pkul 08.00 sampai pukul
10.30 selama musim panas, dan sorehari pukul 17.00 sampai 20.00 (kecuali hari
minggu yang kedua setiap bulan) ia akan mengajarkan vak membaca, katekismus,
doa-doa pendek yang berasal dari Dr.Stonehouse. Di samping itu guru, adalaj
seorang murid yang mampi, wajib membaca tiga atau empapt bab berturut-turut
dari Alkitab agar anak didik mempunyai pengetahuan sistematis tentang sejarah dan
untuk pemantapan isi alkitab.
II. Pada
umumya orang-orang yang diajar itu adalah anak yang lebih tua daripada anak
yang lazim diterima di sekolah apda hari kerja biasa. Mereka ini terpaksa
bekerja untuk memperoleh rezeki, dan karena itu ada peluang untuk menghadiri
sekolah tersebut. Tetapi orang dewasa yang tuna aksara juga dipersilahkan datan
sebagai pendengar, khususnya bagi mereka yang ingin mendengarkan firman Allah,
mempelajari iman Kristen dan mengamalkannya, disamping katekismus gereja.
Dengan mendengar pendidikan pengajaran yang berlangsung untuk kaum muda orang
dewasa sendiri memperoleh manfaat.
III. Di harapkan juga supaya para penyokong menghadiri sekolah ini untuk
menjamin bahwa suatu tujuan sekolah terpenuhi. Mereka hendaknya memberikan
hadiah sederhana kepda tiga anak yang mempunyai prestasi paling tinggi.
IV. Para
pengunjunng itu akan menuliskan laporan tntang nama orang tua atau orang dewasa
lain yang walaupun berkehendak menyekolahkan anaknya., namun tidak
melakukannya. Para pengunjung itu akan menuliskan nama orang tua yang
menyekolahkan anak dan nama anak yang mengganggu mereka dalam pengalaman
belajar. Anak nakal ini tidak akan menerima bantuan dari dermawan. Mereka yang
tidak memperhatiakan jiwanya tidak berhak menerima bantuan bagi tubuhnya.
V. Semua
anak yang menghadiri sekolah ini wajib
beribadah pada kebaktaian pagi dan sore setiap hari minggu =. Pada setiap hari
minggu kedua mereka wajib datang ke gereja paa pukul 18.00 untuk diuji dan
untuk mendengar penjelasan katekismus yang dibawakan oleh pendeta.
Elis
sendiri menambahkan catatan atas peraturan-peraturan itu
1. Pembaharuan
akhlak orang lebih berhasil kalau proses itu di mulai ketika para pelajar masih
muda
2. Kebaktian adalah bagian penting dari seluruh
pengalaman belajar
3. Hadiah
berupa pakaian atau bahan bacaan seperti Alkitab, diberikan kepada anak yang
rajin dan berhasil dalam studinya
4. Pada
waktu seorang anak didik menjawab sebuah petanyaan, maka anak-anak lain wajib
mengikutinya dalam hati, agar perhatian semua anak terfokus pada masalah yang
sama
5. Dalam
proses belajar ini, tugas hafalan adalah tugas belajar yang amat menonjol.
Tujuan
sekolah minggu di umumkan di Boughton daerah Kent:
Untuk membuka peluang pendidikan
bagi anak-anak yang berasal dari keluarga miskin di daerah ini, tanpa
mengganggu pekerjaan mereka pada hari kerja biasa, dan untuk membiasakan
anak-anak sejak usia muda untuk selalu beribadah setiapo hari minggu serta
menghabiskan jam senggang pada hari minggu melalui kegiatan yang baik dan
teratur. Anak itu akan di ajari membaca, mengenal tanggung jawab seorang
kristen, khususnya untuk belajar rajin dan berkelakuan baik sesuai dengan
keperluanya sebagai buruh dan poembantu di kemudian hari.
Pada tahun 1784 seluruh kota Leeds
di bagi atas 7 bagian. Ada 26 sekolah dengan 200 pelajar yang diajar oleh 45
orang guru. Pelajarannya dimulai pukul 13.00. pada waktu ini anak-anak di ajari
membaca, menulis dan agama. Pada pukul 15.00 mereka diantar ke jemaat untuk
beribadah. Sesudah itu mereka kembali lagi ke masing-masing sekolah untuk
mendengarkan cerita, menyanyikan mazmur dan berdoa. Ada kelas khusus untuk anak
laki-laki dan yang lain untuk perempuan. Ada 4 orang yang diangkat secara
khusus untuk mengunjungi setiap sekolah, untuk mengecek anak yang hadir dan
absen. Anak itu akan dicari di rumah dan di jalan-jalan. Raikes mencatat bahwa pada hari Natal 1785 ia terlinat dalam
pesta makan bersama dengan sebanyak 350 orang anak. Para penyokong sekolah yang
menanggung biayanya, termasuk peenyajian makanan. Raikes senang mengunjungi
Sekolah Minggu untuk makan bersama dengan teman-temannya yang muda itu. Dengan
adanya sekolah minggu anak-anak belajar membaca dan menulis. Tetapi barangkali
hasil yang mencolok adalah hasil yang bersifat rohani, yakni ada perbaikan
dalam hal swacitra ank-anak itu sendiri. Ia merasakan bahwa dirinya
diperhatikan oleh guru dan penyokong sebagai seorang pribai yang berharga.
Walaupun ia seorang yang miskin namun ia adalah seorang manusia yang dikasihi
orang-orang tertentu. Iapun mulai
mengenali dirinya sebagai yang juga dikasihi oleh Tuhan.
Jauh sebelum ada gerakan oikumene,
gagasan sekolah minggu cenderung mendorong kerjasama di antara pendeta dan kaum
awam yang beribadah dalam sinode yang berbeda. Sumbangan yang diterima dari
anak-anak di bagi-bagikan diantara jemaat-jemaat sinode yang berbeda. Tugasnya
lebih penting ketimbang nama sinode masing-masing. Msksudnya mengenai berdepat
tentang arti sakramen makna penahbisan pendeta dan pokok-pokok dogmatika
tertentu. Penyelenggaraan seklah minggu terjadi karena orang-orang kristen
tertentu, sering kali awam, lebih tertangkap terhadap gagasan mulia itu, yaitu
mendidik anak miskin ketimbang menonjolkan hak-hak sempit gereja masing-masing.
Biaya pelaksanaan sekolah minggu
ditutupi oleh sumbangan dari dermawan dan bukan dari kas negara ataupun kas
gereja pusat. Diantara dermawan itu dapat disebutkan nama Raja George III dan
Ratu Charlotte. Mereka mengharapkan agar setiap anak di Inggris mampu mebaca
Alkitab. Proses menerima uang dan mengeluarkannya diperlancar dengan pendirian
The Sunday School Society (Perhimpunan Sekolah Minggu) Pada tahun 1785.Selama
sepuluh tahun pertama perhimpunan itu telah membagi-bagikan 91.915 buah buku
untuk mengajarkan anak membaca, 24.232 buah Kitab perjanjian Lama atau Kitab
Perjanjian Baru saja, dan 5.360 buah alkitab lengkap. Ssumbangan itu dipakai
oleh 65.000 anak-anak yang belajar pada 1.012 Sekolah minggu.
Tatkala Robert Raikes meninggal
perkembangan lebih lanjut dari “anak yang dikasihi itu” tidak terganggu, karena
keterlibatan banyak orang di dalamnya. Tugu hidup inilah yang lebih menghormati
Raikes dari pada tugu batu atau perunggu, meskipun tugu atau plaket itu memang
didirikan atas namanya.
E.
Pertumbuhan
Sekolah Minggu
Gagasan tentang
Sekolah Minggu disambut baik oleh warga Injili dalam Gereja Inggris dan Gereja
bukan gereja Negara.
1. Sekolah Minggu di Amerika.
Pada tahun 1816, ibu Joanne Bethune
dari kota New York mendirikan Perserikatan Wanita Bagi Kemajuan Sekolah Sabat
di New York. Lewat badan ini ibu Bethune memberikan pengertian betapa
pentingnya mengikuti Sekolah Minggu. Namun kegiatan atau gerakan ini ditentang
oleh para pendeta dan kaum awam. Sekolah minggu di Amerika lebih baik dari pada
di Inggris.
Di Amerika Sekolah Minggu mulai
mengembangkan diri dengan penciptaan lagu-lagu pujian. Contoh-contoh lagu
sekolah minggu saat itu adalah; “S’lamat di Tangan Yesus”, “Ya Tuhan tiap Jam”,
“Kumemerlukan-Mu”, “ku berbahagia”, “Yesus Berpesan”. Pengalaman orang dalam
perang mendorongnya untuk mengubah lagu-lagu tersebut menjadi lagu-lagu yang
bersemangat, yang mendorong anak agar mereka punya hasrat untuk berbaris demi
melaksanakan tugas mulia, misal “Maju Laskar Kristus”, “Hai bangkit Bagi
Yesus”. Teologi gerakan Sekolah minggu saat itu tidak membedakan anak-anak
dengan orang dewasa, mereka semua mempunyai dosa dan harus bertobat dari
dosanya dan harus menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, jadi
pertobatan anak-anak lebih dipentingkan saat itu. Baru pada awal abad ke-20
lagu dan syair dari pujian untuk sekolah minggu mulai diubah dengan landasan
pemikiran bahwa anak-anak bukan orang dewasa , mereka perlu hidup sebagai
seorang anak-anak. Dan akhirnya para musisi menyusun syair yang menekankan
bahwa Allah mengasihi anak, misal “Yesus, Kawan anak-anak”, “Yesus Mengasihiku”.
Kelemahan Sekolah minggu abad
ke-19.
Moralitas
pribadi lawan ketidakadilan sosial.
Nilai-nilai
daerah pertanian lawan nilai-nilai daerah perkotaan.
Teologi
perseorangan lawan teologi gereja.
2. Sekolah Minggu di Eropa Barat.
a. Jerman.
Sekolah Minggu Jerman diprakarsai
oleh Wilhelm Broeckelmann dari Bremen, Jerman dan Albert Woodruff, New York
pada tahun 1860. Banyak orang keberatan dengan adanya sekolah minggu ini karena
mereka beranggapan tidak cukup calon guru yang sudah diperlengkapi dengan pengetahuan
dan ketrampilan mengajar, dan belum cukup guru yang sudah terlatih untuk
mengajar. Sekolah minggu di Jerman mengembangkan diri menjadi kebaktian
anak-anak (Kindergottesdienst) maka titik beratnya adalah kebangunan rohani
pada diri anak-anak melalui kebaktian dan bimbingan Alkitab.
b. Belanda.
Berbeda dengan gagasan Sekolah
Minggu di negara lain, di Belanda sekolah minggu diadakan karena atas dasar
kebangunan rohani. Dan gagasan ini dibawa oleh Dr. Abraham Capadose pada bulan
Oktober tahun 1836. Di kota ‘s Gravenhage ia muali mengajar dua tiga anak
setelah ibadah. Tahun 1841 didirikan sekolah minggu dikota Amsterdam dan tahun
1847 dikota Rotterdam. Pertumbuhan yang luar biasa terjadi pada tahun 1857
karena pada saat itu pemerintah Belanda melarang penggunaan Alkitab pada
sekolah-sekolah, sehingga para orang tua harus mengikut sertakan anak-anak
mereka pada pendidikan Alkitab secara alternatif.
Sumber:
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar